NEXT : MASJID AL MASHUN (1906-1909) / MASJID AGUNG MEDAN
PREF : MASJID PENYENGAT (1899) TANJUNG PINANG RIAU
ARSITEKTUR MASJID KUNO BERSEJARAH
MASJID BAITURAHMAN (1881), BANDA ACEH
Banda Aceh, dulu lebih dikenal dengan nama kuta raja, kota ini merupakan sebuah kota paling ujung timur-utara dari Pulau sumatera yang sekarang menjadi ibu kota daerah Istimewa Aceh.
Catatan sejarah Liang abad V dari Cina menyebutkan bahwa sudah ada kerajaan Budha di tempat ini (Aceh). Abad VII dan VIII diperkirakan para pedagang dari India, memperkenalkan agama hindu, dan pada abad ke IX Islam masuk pertama kali yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia melalui Lhoksumawe. Ketika Markopolo mengunjungi Aceh dalam perjalanannya ke Cina pada tahun 1292, ia menulis bahwa disana (Aceh) ada kesultanan Muslim, terdapat Pula kesultanan kecil seperti Perlak, Bonua, Lingga dan Pidie yang kemudian sedikit demi sedikit menjadi satu kesultanan terpusat dengan Aceh Besar yang sekarang menjadi Banda Aceh. Sejak tahun 1507 terbentuk garis panjang silsilah kesultanan Aceh, terkahir Tuanku Muhammad Dawot, menyerah kepada Belanda pada tahun 1903.
masjid baiturahman sebelum d renovasi
Selama abad ke XVI dan XVII, Belanda-Aceh menjadi pusat perdagangan internasional penting sehingga terbentuk permukiman India, Arab, Persia dan Turki. Pada abad XVIII, di bawah pimpinan Sultan Iskandar, Aceh mencapai jaman keemasan, hingga menjalin hubungan diplomatic dengan Istanbul dan Inggris.
Sultan Iskandar Muda, pada tahun 1024 Hijriah atau tahun 1614 Masehi mendirikan sebuah masjid kerajaan, namun pada masa Sultan Nurul Alam (1657-1678) masjid tersebut terbakar. Masjid tersebut mempunyai nama dimana masjid itu di bangun, yaitu Masjid Kuta Raja, masjid itu terbakar karena dihancurkan oleh Belanda pada perang yang berlangsung pada 9 Desember 1873 sampai 6 januari 1874. Dalam kunjungan ke Aceh, gubernur Jenderal J.W. van Lansberge berjanji kepada masyarakat aceh, bahwa ia akan membangun masjid agung yang baru.
Arsitek perancang masjid adalah seorang Kapten Zeni angkatan darat (Genie Marechausse) de bruijin, berkonsultasi dengan Snouck hurgronje dan penghulu masjid Bandung. Peletakan batu pertama dilaksanakan pada 9 oktober 1879 oleh Tenku malikul Adil yang disaksikan oleh pembesar Belanda gubernur Jenderal J.W. van Lansberge. Masjid tersebut secara resmi dibuka pada 27 Desember 1881.
Hasil rancangan kapten Zeni Angkatan daran de bruijn berupa sebuah masjid bercorak eklektisme atau campuran dari berbagai unsure yang dianggap baik yang kemudian dipadukan dalam satu bentuk. Masjid ini terletak di sebuah lapangan terbuka sehingga membuatnya terlihat monumental dan megah dan secara keseluruhan dapat terlihat dari jauh. Di depan masjid atau di sebelah timur masjid terdapat sebuah gerbang masuk menempel dengan unit pertama (porch). Porch berdenah segi empat pangjang yang dikelilingi dari samping kiri dan kanan (dalam posisi U) oleh tangga masuk yang cukup tinggi. Pada ujung tangga depan terdapat tiga bukaan dibentuk oleh empat kolom langsing silindris model arsitektur Moorish yang banyak terdapat pada masjid-masjid kuno di Afrika utara dan Spanyol. Ada tiga pelengkung patah model Persia yang masing-masing berada di atas. Bidang di atas dan di sisi pelengkung dihias dengan relief lengkung-lengkung seperti corak Arabesque. Pada sisi dan kanan Porch juga mempunyai konstruksi kolom yang pelengkung dan dekorasinya sama dengan yang di depan, namun hanya terdapat satu pelengkung di atas dua kolom. Di atas ketiga pelengkung terdapat semacam tympanum, namun bentuknya bukan segi tiga, berjenajang sepeti penampang sebuah tangga. Konstruksi seperti ini merupakan cirri bagian depan rumah klasik Belanda, namun disini kemiringannya tidak tajam. Pada setiap jenjang dihias dengan miniatyr dari sebuah gardu atau cungkup puncaknya dihias dengan kubah bawang, sangat khas India, yang di tengah terlihat lebih besar. Bidang depan bagian ini dihias dengan garis silang seperti intricate, namun sederhana, dan di tengahnya terdapat jam. Setelah melalui porch ada lagi pelengkung dan kolom sama dengan yang ada di depan, tanpa pintu seperti kebanyakan masjid kuno di india, langsung masuk ke ruang sembahyang utama. Bagian tengah ruang sembahyang yang berdenah bujur sangkar di atapi dengan kubah utama yang indah dan megah model bawang mirip dengan masjid-masjid kuno India, puncak nya dihias dengan cunduk. Bagian bawah terdapat tritisan berdenah segi delapan yang juga banyak tedapat pada bangunan Kuno di India. Penyangga kubah berdenah segi delapan, pada masing-masing sisinya terdapat sepasang jendela. Ambangnya pelengkung patah. Di anatar kubah dan tritisan terdapat hiasan berderet coraknya geometris. Di luar jendela atas terdapat teras dengan balustradenya yang berfunhsi sebagai hiasan. Di kiri kanan ruang sembahyang utama berupa unit sayap kembar membuat bangunan ini simetris, menyatu dengan yang tengah, atapnya limas an berlapis dua. Aspek Moorish terlihat kmbali pada jendela dengan hiasan berpola intricate.
masjid baiturahman setelah di renovasi
Setelah pembangunan pertama hasil rancangan seorang Kapten Zeni kemudian masjid ini diberi nama Masjid Baiturahman yang kemudian mengalami beberapa penambahan dan perluasan.
Antara tahun 1935 dan 1936 atas usaha Gubernur jendral A.P.H Van Aken, sayap kiri dan kanan atapnya di tambah dengan kubah sehingga jumlah kubah menjadi 3 buah. Pada jaman kemerdekaan tahun 1957, di tambah dua unit kembar masing-masing pada ujung kiri-kanan atau utara-selatan dari sayap, bentuknya identik dengan unit yang berada di tengah termasuk porch, kolom, pelengkung, ornament dan kubahnya. Dengan demikian kubahnya menjadi 5 buah dengan pandangan depan yang simetris. Di buat dua buah minaret kembar masing-masing pada sudut barat-utara dan barat-selatan, penampang inaret segi delapan, bentuk atapnya di buat sama dengan kubah utama di depan.
Penambhan unuit, bagian dan lain-lain tetap mengacu pada elemen-elemen yang sudah ada sebelumnya dari masjid ini, sangat baik karena dapat dipertahankan arsitekturnya.
NEXT : MASJID AL MASHUN (1906-1909) / MASJID AGUNG MEDAN
PREF :
Post a Comment