MASJID AL OSMANI (1870) LABUHAN DELI (MEDAN)

ARSITEKTUR MASJID KUNO BERSEJARAH

MASJID AL OSMANI (1870) LABUHAN DELI (MEDAN)

Masjid bukan elemen tradisi asli di Sumatera dan di mana saja, oleh karena itu masjid cenderung berarsitektur local campuran serta mendapatkan pengaruh dari budaya tempat dimana penduduk itu telah lebih dulu menganut agama Islam. Masjid di Sumatera telah saya bahas beberapa di blog ini, berdasarkan ulasan-ulasan tentang masjid-masjid sebelumnya di Sumatera, dapat di tarik garis besar bahwa masjid di Sumatera dapat di bagi menjadi dua aspek, yang pertama yaitu aspek lokalnya yang lebih dominan seperti Masjid Jami Taluk, Masjid Rao-Rao dan Masjid Lubuk Bauk. Yang ke dua adalah masjid dengan pengaruh arsitektur luar, seperti pengaruh dari India, Persia dan Mesir yang lebih besar, bahkan elemen lokalnya tidak ada sepertiga dari masjid tersebut, seperti yang terdapat pada Masjid Penyengat, Masjid Baiturahman dan Masjid Al Mashun yang sudah saya ulas di blog ini sebelumnya.

Di labuhan Deli sebuah kota kecil yang terletak di antara kota Medan dan Belawan, lebih tepatnya tidak jauh dari Medan sekitar 20 Km di sebelah utara. Di tempat tersebut terdapat masjid Kuno bersejarah yang arsitekturnya patut kita bahas disini. Masjid tersebut bernama Masjid Al Osmani. Masjid ini merupakan monument dari kerajaan Melayu Deli, masjid ini didirikan oleh Sultan Osman (1854-1858) yang kemudian nama pendirinya tersebut diabadikan untuk nama masjid tersebut.

Pada mulanya, Sultan Osman memerintahkan untuk membangun Masjid Al Osmani ini dengan menggunakan bahan dasar dari kayu, setelah beliau meninggal, beliau dimakamkan di halaman masjid tersebut (padaa saat itu ibu kota kesultanan Deli berada di labuhan Deli dan kerajaan / istana yang sekarang sudah tidak ada) bekas istana itu lah yang dijadikan makam untuk Sultan Osman.

Pada tahun 1870, Sultan Mahmud yaitu putra dari Sultan Osman merombak masjid yang semula terbuat dari kayu menjadi konstruksi batu bata. Seperti ulasan yang saya tulis di atas, maka arsitektur masjid ini termasuk ke dalam aspek yang ke dua, di mana pengaruh dari luar lebih dominan, bahkan bisa dikatakan unsure local benar-benar tidak terdapat pada arsitektur masjid Al Osmani ini.

Unit induk masjid ini berukuran 30x40 M persegi dan berdiri di atas lahan seluas satu hektar. Masjid ini dikelilingi oleh serambi terbuka, mungkin inilah aspek local yang terdapat pada masjid ini, karena baik di India, Arab maupun Mesir, serambi seperti ini tidak ada.

Unit utama segi empat, beratapkan kubah tunggal yang sangat indah dan megah, bersisi delapan yang disamakan dengan bentuk / sisi tumpuannya. Tumpuan yang dimaksud berdiri diatas dinding yang pada bagian bawahnya segi empat, namun bagian atasya segi delapan. Antara bagian atas dari tumpuan kubah dan kubahnya melebar keluar sedikit yang dihias dengan corak yang mirip dengan Arabesque, dan lebih banyak terdapat garis-garis lengkungnya. Koridor sangat unik dibandingkan dengan masjid-masjid yang lain yang sejaman di Sumatera, karena coraknya sangat khas Moorish, kolom-kolom di kiri kanan koridor atau gang terbuka (tanpa dinding) bentukny langsing, yang menyangga pelengkung tapal kuda yang mirip dengan masjid yang ada di Andalusia, termasuk garis-garis hiasnya. Kepala kolom hiasnya geometris sangat abstrak.

Pada sisi yang berhadapan dengan makam terdapat portal yang bentuknya mirip dengan portal yang yang ada di India maupun Persia. Portal memiliki pilaster atau dapat juga disebut kolom, berpenampang segi delapan, kembar mengapit sebuah pelengkung tapal kuda yang bentuk serta dekorasinya sama dengan yang ada di gang keliling. Bagian atasnya dihias dengan molding dan mencuat ke atas seperti amortizement namun tinggi dan penampangnya sama dengan pilaster dibawahnya yang berbentuk segi delapan, serta puncaknya dihias dengan bawang, namun bentuk bawang ini lebih runcing yang lebih mirip dengan gangsingan. Beda dari kolom atau pilaster dihias dengan garis-garis molding horizontal dan ornament geometris yang tidak jelas pola tersebut di ambil dari mana, mungkin kreasi dari arsiteknya sendiri.

Dinding kolam air wudhu cukup tinggi, berfungsi pla sebagai reservoir, berdenah segi delapan. Pada posisi bak air terdapat pancuran untuk wudhu, yang beratapkan pyramidal tumpuk dua, yang sisinya juga segi delapan. Di antara atap di atas dan di bawahnya terdapat konstruksi papan kayu berlubang-lubangrapat, bentuknya runcing-runcing menjadi elemen hias khas melayu. Kolom penyangga atap silindris, langsing hampir sama dengan yang ada di koridor keliling unit utama.

Kemungkinan besar arsitek perencana masjid ini mempunyai pengalaman telah pernah melihat berbagai masjid di Mesir, Persia maupun di Andalusia. Ada kemungkinan lain yaitu bahwa perancangnya memang didatangkan dari luar negeri.

Post a Comment

Previous Post Next Post