ARSITEKTUR MASJID KUNO BERSEJARAH
Sejak jaman dahulu, Palembang telah menjadi pusat perdagangan timah dan rempah-rempah terutama lada, Palembang juga pernah menjadi pusat pemerintahan Budha Sriwijaya sebelum Islam masuk ke Wilayah ini. Pada akhir abad ke XIV Kerajaan Sriwijaya terpecah menjadi delapan kerajaan kecil, diantaranya kerajaan Melayu yang berpusat di Jambi, yang lalu semakin berkembang berkat armadanya yang sangat kuat. Dengan perkembangan Malaka pada abad XV, kekuasaan Sriwijaya menurun, bahkan kemudian dikalahkan dan beada dibawah kekuasaan (protektorat) Majapahit. Adipati Majapahit yang berkuasa di Palembang adalah Ario Damar (1455-1486), putra Prabu Brawijaya Sri Kertawijaya. Pada masa itu kemungkinan besar Palembang sudah bukan merupakan daerah kekuasaan Majapahit, karena pada tahun 1478 kerajaan Demak telah berdiri di bawah Raden Fatah yang tidak lain tidak bukan merupakan putra dari Ario Damar. Pada tahun 1642, 1644 dan 1668 pemerintah Palembang berusaha mengadakan hubungan baik dengan Mataram, namun selalu tidak di terima oleh Amangkurat I, menyebabkan Ki Mas Endi menggunakan gelar Abdurahman Khalifatul Mukmin dan menyatakan bahwa Palembang sebagai kesultanan yang berdiri sendiri. Setelah kesultanan Palembang berdiri, peralihan kekuasaan dari satu Sultan ke yang Lain sering berlangsung melalui perebutan yang hingga menyebabkan konflik keluarga, hal inilah yang merupakan salah satu sebab kesultanan ini berakhir.
Sebelum pemerintahan Palembang yang wilayahnya mencangkup daerah sekarang ini yaitu masuk daerah Sumatera Selatan, yaitu sebelum islam masuk, para pedagang dari Aab sudah kerap dating ke wilayah ini. Yang menjadi pertanyaan adalah, kapan masjid pertama di Palembang berdiri, tidak ada yang tau dan tidak ditemukan catatan sejarah yang pasti. Berdasarkan berita Belanda dalam laporan tahun 1663 di Palembang sedang dibangun sebuah masjid baru karena masjid yang lama terbakar akibat ekspedisi Mayor Joan Van Der Laen ke Palembang. Catatan tersebut menyatakan bahwa di Palembang sudah ada masjid.
Sungai-sungai di Palembang merupakan sarana Transportasi penting, sungai-sungai tersebut menghubungkan wilayah pedalaman yang kaya dengan berbagai hasil bumi. Pusat pemerintahan terletak di kota Palembang yang kemudian berkembang menjadi Bandar yang sangat setrategis, sungai musi yang lebar dan dalam menyebabkan prahu besar bisa memasuki daerah ini. Masjid yang sempat saya singgung di atas terletak di Keraton kota cawing (di daerah kampong Palembang lama yang sekarang menjadi kompleks pusri).
Terdapat sebuah peta bertahun 1811 yang dibuat oleh Major William Thorn yang menggambarkan bahwa masjid berada di luar kompleks istana yang dikelilingi benteng. Pada sudut lingkungan benteng dikelilingi sungai, tata letak seperti itu berbeda dengan masjid-masjid di jawa yang tata letaknya menyatu dengan istana.
Arsitektur masjid ini cukup indah, megah dan terlihat campuran barat dan timur. Meskipun tata letaknya berbeda dengan kebanyakan masjid di jawa, namun arsitekturnya tidak banyak berbeda. Unit ruang sembahyang utama berdenah segi empat, atapnya berlapis tiga, dan yang teratas berbentuk pyramidal dengan hiasan seperti kelopak bunga pada puncaknya. Konstruksi model ini jelas konstruksi model joglo adat Jawa. Dapat diperkirakan bahwa atap pyramidal di puncak tengah tersebut disangga oleh empat kolom, yang dalam arsitektur jawa disebut Soko guru. Ujung-ujung bawah atap tengah puncaknya mencuat keluar keatas seperti pada bangunan pagoda, klenteng dan bangunan tradisional Cina lainnya.
Masjid Agung Palembang ini memiliki serambi atau teras depan, yang dalam istilah klasik barat disebut pourch, arsitekturnya mengambil bentuk klasik Yunani_Dorik seperti pada bagian depan dari kuil Yunani pada tympanum yaitu bidang segitiga dari ujung depan atap dua sisi miring disangga oleh kolom depan yang dihias dengan kaligrafi Arab.
Kolom-kolom tersebut silindris dan beralur vertical, lima buah berderet di depan langsung menuju tangga naik. Pada bangunan joglo, biasanya kolom keliling dari kayu dan tidak berdinding, namun disini kolomnya terbuat dari batu bercorak Dorik juga terdapat dinding dan jendela di antara setiap dua kolom. Pada sisi kiri dan kanan masjid yang bentuk dan tata letaknyasimetris ini terdapat lagi konstruksi berarsitektur Yunani, semacam gerbang lateral.
Minaret masjid denahnya segi delapan dan terdiri dari tiga bagian , sama dengan jumlah lantainya. Setiap bagian dari luar terlihat dihiasi dengan molding horizontal dan balustrade mengelilingi badan minaret. Atap minaret pyramidal bersisi delapa, sedikit terangkat keatas membentuk celah dengan dinding karena adanya kolom pendek. Diujung dinding minaret teratas juga dihias dengan molding horizontal.
Post a Comment