Panglima Besar Soedirman wafat

Panglima Besar Soedirman wafat

Sehari setelah Perdana Menteri R.I. Dr. A. Halim berkunjung menengok Pak Dirman, akhirnya pada hari Minggu Pahing tanggal 29 Januari 1950 jam 18.39, malam Senin Pon bersamaan dengan lenyapnya kumandang suara azan maghrib di lembah gunung Tidar di rumah Blok C-7 Pasanggrahan Tentara di Badakan Magelang, Tuhan Yang Maha Esa telah menentukan batas akhir pengabdian manusia Sudirman di dunia yang fana. Pak Dirman telah dipanggil kembali oleh-NYA, selagi namanya masih bersih dari cacat dan cela dunia. Tertunai sudah tugas kepemimpinannya. Pak Dirman telah meninggalkan nama besar, nama yang harum sepanjang masa. Sekarang maupun kemudian. Pagi harinya tanggal 30 Januari 1950 jazad Pak Dirman yang ditaruh di sebuah peti dan diselubungi bendera merah putih dinaikkan mobil jenazah warna merah dari Kraton Yogya dibawa kembali dari Magelang menuju Yogya dengan mendapat sambutan ratusan ribu rakyat di sepanjang jalan. Setiba di Yogya jenazah langsung dibawa ke Mesjid Agung untuk disembahyangkan di sana yang dipimpin oleh Penghulu besar KRT. Kamaludiningrat. Menjelang pemberangkatan ke Taman Makam Pahlawan di Semaki dilakukan pidato-pidato sambutan dari beberapa orang pern besar yang nadir. Setelah.pidato sambutan selesai dan pembacaan doa oleh K.H. Wahid Hasyim berakhir, jenazah kemudian diangkat keluar. Di pintu gerbang mesjid berhenti sejenak untuk dilakukan penghormatan dengan tembakan salvo dan diperdengarkan lagu-duka. Kemudian jenazah dimasukkan lagi ke dalam mobil. Lewat jam 15.00 iring-iringan jenazah berangkat menuju Semaki dengan didahului oleh genderang polisi yang bertutupkan kain hitam. Dibelakangnya menyusul musik RRI yang memperdengarkan lagu-lagu berkabung yang diikuti oleh barisan-barisan Angkatan Perang bersenjata lengkap dengan didahului sebuah panji. Kemudian menyusul barisan Tentara Pelajar, Batalyon 151, Barisan Polisi, sedangkan di belakangnya berjalan perwira-perwira dari Akademi Militer, masing-masing dengan membawa karangan bunga. Selain dari pada itu nampak pula M.P. Belanda dengan membawa karangan bunga. Baru kemudian menyusul mobil jenazah yang diapit kanan kirinya oleh pasukan. Di belakang mobil jenazah tampak berjalan kaki Acting Presiden R.I. Mr. Assaat, Menteri Pertahanan R.l.S. Hamengku Buwono IX, Perdana Menteri R.I. Dr. Halim, Menteri-menteri R.l.S. Dr. Leimena, Mononutu, wakil UNCI dan juga Jenderal Mollinger wakil Pemerintah dan Tentara Belanda. Barisan diakhiri oleh deretan manusia dan mobil-mobil yang panjangnya kurang lebih empat kilometer. Sepanjang jalan dari alun-alun sampai ke "Taman Baha-gia" Semaki ribuan orang berjejal-jejal untuk turut menghormati dan melepas jenazah yang akan lewat itu. Di 'Taman Bahagia" ternyata telah berkumpul pula beribu-ribu manusia untuk menyambut kedatangan jenazah. Antara lain tampak Ki Hadjar Dewantoro, para anggota Komite Nasional Pusat, sedang dari fihak militer telah siap Letnan Kolonel Suharto pimpinan upacara pemakaman, serta pembesar-pembesar dari Kepolisian Negara. Selain dari pada itu tampak pula wakil-wakil dari India, Tiongkok serta wakil dari Komisariaat Tinggi Belanda di Indonesia.

Kol. Soeharto pimpin pemakaman

Menjelang waktu asyhar jenazah yang diiringi para pembesar sipil dan militer beserta beribu-ribu rakyat yang seperti iringan semut tiba di Makam Pahlawan, Semaki - Yogya. Dengan suatu upacara negara di bawah pimpinan Let. Kol. Soeharto kemudian jenazah Pak Dirman dipersiapkan untuk dikebumikan.

Barisan salvo mengambil tempat di kiri kanan lobang. Para perwira Akademi Militer dengan karangan bunga di masing-masing tangan, berada di sebelah utara, sedang keluarga almarhum mengambil tempat di sebelah selatan lobang. Di sekelilingnya terdapat para pembesar sipil, militer, kepolisian, wakil-wakil UNCI, India, Tiongkok dan Belanda. Upacara dimulai pada jam 15.45. Peti jenazah yang ditutup dengan kain bendera Merah Putih dan dilingkari karangan bunga dengan perlahan-lahan dan sangat hati-hati dimasukkan keliang kubur. Setelah dilepaskan tembakan salvo penghormatan, barisan musik memperdengarkan lagu berkabung. Dalam suasana tenang dan penuh khidmad ini, telah dimakamkanlah seorang pahlawan bangsa. Angin petang menghembus keras membawa awan berat ke atas Ibu kota Republik Indonesia, seolah-olah turut ber-duka cita atas wafatnya seorang Jenderal Indonesia.

Penimbunan pertama dilakukan oleh Ibu Sudirman yang dipapah oleh sanak keluarganya di sebelah kiri dan kanannya. Kemudian berturut-turut penimbunan dilakukan oleh Acting Presiden R.I. Mr Asaat, Sri Sultan, Jenderal Mayor Suhardjo, Kolonel Gatot Subroto, Kolonel Paku Alam, Suryadarma, para Menteri dan wakil-wakil serta pembesar-pembesar lainnya. Penimbunan terakhir dilakukan oleh para per­wira di bawah pimpinan Letnan Kolonel Soeharto. Selesai dengan upacara itu, maka Sri Sultan, selaku Menteri Pertahanan R.I.S., memberi penghormatan terakhir, untuk kemudian dengan mata merah berair, meletak-kan karangan bunga, yang kemudian diikuti oleh para pembesar lainnya. Selanjutnya Kolonel Gatot Subroto atas nama keluarga dan Jenderal Mayor Suhardjo Hardowardoyo atas nama seluruh Angkatan Perang menyampaikan rasa terima kasihnya kepada para hadirin sekalian, yang telah memerlukan untuk turut menyampaikan penghormatan terakhir kepada almarhum serta turut menghantar ke "Taman Bahagia" sampai dikebumikannya. Sejenak kemudian hujan turun dengan sangat lebat mengiringi siraman air mata para keluarga, segenap prajurit dan rakyat di pusara Pak Dirman.

(Disarikan dari buku Kisah Perang Kemerdekaan. Pak Dirman Menuju Sobo oleh Roto Soewarno)

------------ --------- --------- --------- ----

Jauh di Amerika Serikat pada awal Februari 1950 wartawan Rosihan Anwar yang baru saja meliput Konperensi Meja Bundar dan Penyerahan Kedaulatan kepada RIS di Belanda, dan kini sedang menimba ilmu Dramaturgi, cukup kaget membaca di surat khabar bahwa telah meninggal dunia Jenderal Soedirman. Baginya hal ini penting, karena bukankah pada tanggal 7-8 Juli 1949 baru saja bertemu Pak Dirman di desa Wonosari ? Siapa sangka Panglima Besar berusia begitu pendek hanya 35 tahun. Ada sebuah surat yang ditulis oleh Kolonel Gatot Soebroto dalam rangka membujuk Pak Dirman agar mau kembali dari medan gerilya ke Ibu Kota RI Yogyakarta. Isi surat antara lain :

….”Tidak asing lagi bagi saya, tentu saya juga mempunyai pendirian begitu. Semua-semuanya Tuhan yang menentukan. Tetapi sebagai manusia diharuskan ikhtiar. Begitu dengan keadaan adikku, karena kesehatannya terganggu harus ikhtiar, mengaso sungguh-sungguh jangan menggalih apa-apa. Adik sudah terlalu keras bekerja dengan mengabaikan kesehatan sendiri. Laat alles waaien. Ini bukan supaya jangan mati konyol, tetapi supaya cita-cita adik tercapai. Apalagi kehadliran adik di Yogya sangatlah diper-lukan. Bukan oleh mereka saja tetapi oleh kita semua seluruh bangsa. Meskipun buah-buahnya kita tidak turut memetik, melihat pohonnya subur, kita merasa gembira dan meng-ucapkan banyak terima kasih pada Yang Maha Kuasa. Ini kali saya selaku saudara tua dari adik minta ditaati ".

Post a Comment

Previous Post Next Post